BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Politik
merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan.
Perhatian ilmu politik ialah pada gejala-gejala masyarakat. Seperti pengaruh
dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik, keputusan dan kebijakan, konflik
dan konsensus, dan sebagainya.
Sejarah
merupakan sebuah konsep yang menggambarkan secara detail mengenai seluruh aspek
dalam kehidupan manusia dalam dimensi waktu. Sejarah berisikan cerita-cerita
pada masa
lampau mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang melibatkan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Sebuah peristiwa sejarah secara subtansial adalah
memiliki nilai moral (morality-value) yang sebisa mungkin untuk
dipahami dan diaplikasikan oleh pengkaji sejarah pada masa-masa berikutnya.
Seorang
sejarawan akan dituntut untuk bisa menjelaskan dan menghadirkan situasi asli
suatu peristiwa sejarah yang ia kaji dalam hasil tulisannya. Sebisa mungkin
dengan berbagai pendekatan atau teknik (method) seorang sejarawan
harus memberikan cerita yang valid dan bermakna sejarah.
Konsep-konsep
dan teori-teori ilmu sosial itu amat diperlukan bagi sejarawan sehingga dalam
paradigma penulisan sejarah konstruksionisme, pendekatan ilmu-ilmu sosial
sangat dibutuhkan dalam penulisan sejarah.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dan ruang lingkup sejarah politik ?
2. Apa
sajakah ilmu bantu dalam sejarah politik ?
3. Bagaimana
sejarah politik tingkat lokal ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Politik
Sejarah politik merupakan sejarah
yang mengkaji tentang masalah-masalah pemerintahan, kenegaraan (termasuk
partai-partai politik) dan power (kekuasaan). Sehingga banyak buku-buku teks
sejarah yang berisi rentetan kejadian-kejadian tentang raja, negara, bangsa,
pemerintahan dan sebagainya yang berhubungan dengan politik. Sehingga timbul
ungkapan “history is past politics. Politics is present history” (ucapar Sir
John Robert Seeley, Sejarawan Inggris, 1834-1895) yang dengan pasti menunjukkan
keterkaitan antara Politik dan Sejarah. Dominasi politik dalam penulisan
sejarah itu menjadi kewajaran untuk waktu yang lama.
Sejarawan yang bergabung dengan
aliran Annales meragukan keterkaitan antara sejarah dan politik. Kalau sejarah
hanyalah politik, maka sejarah akan menjadi sempit. Mereka ingin memperluasnya dengan memajukan
sejarah sosial, sejarah struktural atau sejarah total. Sehingga memunculkan
spesialisasi baru dalam sejarah, seperti sejarah kota, sejarah pendidikan,
sejarah lokal dan sebagainya.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu
sosial juga mempengaruhi ilmu sejarah, sehingga ada kembali pendekatan antara
ilmu sejarah dan ilmu sosial. Penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam penelitian
sejarah sebenarnya sudah dianjurkan oleh The
New History di Amerika menjelang PD 1 (1912), dan baru populer pada
1960-an. Sejarah yang semula bersifat diachronic ditambah dimensi synchornic.
Sejarah politik tidak terkecuali,
pendekatan ilmu sosial menjadi sangat penting.
Dalam perkembangan selanjutnya,
sejarah yang semula mempelajari masa lalu yang jauh, mempelajari juga
masalah-masalah kontemporer. Akibatnya objek penelitian sejarah berhimpitan
dengan objek ilmu-ilmu sosial. Untuk menghindari duplikasi antara tugas
sejarawan dan ilmuwa sosial itu sebaiknya sejarawan tetap menekankan aspek
diakronisnya. Definisi sejarah sebagai sebuah ilmu dari perubahan dari waktu ke
waktu hendaknya tetap dipertahankan. Dengan cara itu, sejarah politik
kontemporer Indonesia dapat saja menulis masalah yang sangat kontemporer.
2.2 Dari Sejarah Politik ke Sejarah Kekuasaan
Supaya
sejarah politik dapat memanfaatkan penemuan dan pendekatan ilmu-ilmu sosial,
sejarah politik perlu mengubah orientasi. Perubahan itu diantarnya dengan
mengubah objek penelitian. Semula
sejarah politik ialah sejarah kegitan yang berhubungan dengan masalah
pemerintahan dan kenegaraan, kemudian sejarah politik didefinisikan sebagai history of power.
Keuntungan
dari redefinisi itu ialah meluasnya ruang lingkup sejarah. Kekuasaan ada
dimana-mana, bukannya hanya milik pemerintah dan negara, sehingga menarik
sejarah politik ke tingkat-lokal.
2.2.1
Pendekatann
1.
Sejarah
Intelektual
Asumsi
pokok dari sejarah intelektual ialah adanya Zeitgeits (jiwa zaman) dan
pandangan sejarah idealistis yang berpendapat bahwa pikiran-pikiran
mempengaruhi perilaku. Dari sejarah intelektual kemudian berkembanglah sejarah
mentalitas, yaitu “sejarah intelektual” dari massa yang anonim. Jadi, kalau
sejarah intelektual itu membicarakan mengenai pemikiran individual, maka
sejarah mentalitas membicarakan pemikiran kolektif. Misalnya : kesadaran
kelompok kecil guru-guru dalam pergerakan nasional.
2.
Sejarah
Konstitusional
Dari
konstitusi suatu bangsa kita mengetahui filsafat hidup, dasar pemikiran waktu
membangun bangsa, dan struktur pemerintahan yang dibangun. Dalam setiap
konstitusi juga terlihat kepentingan, konsensus yang dibuat, dan konsesi yang
diberikan kepada masing-masing kepentingan itu. Termasu dalam pendekatan ini
ialah pembicaraan sekitar Tap MPR, Undang-Undang, Keppres, PP, dokumen-dokumen
seperti Manifes Kebudayaan, AD/ART partai-partai, dan sebagainya.
3.
Sejarah
Institusional
Isinya
mengenai sistem politik dengan perangkat (lembaga, struktur, institusi), baik
negara (kabinet, birokrasi, parlemen,
militer) dan non negara (ormas, orsospol, LSM). Paling banyak ditulis orang
tentang partai. Dan partai Islam mendapat porsi yang cukup menonjol dalam
kajian sejarah politik kontemporer di Indonesia.
4.
Sejarah
Behavioral
Istilah
Behavioral belum lumrah, tidak baku, tidak dikenal dalam ilmu sejarah,
karenanya untuk keperluan hueristik (membantu menemukan) bahan kajian sendiri
saja, meskipun memang ada istilah pendekatan behavioral dalam studi sejarah.
Perilaku (behavior) negara dan partai-partai politik dalam sosialisasi gagasan,
rekrutmen pimpina/anggota, dan pelaksanaan tindakan politik termasuk dalam
sejarah perilaku. Misalnya: mengenai perilaku politik PKI dalam kebudayaan.
5.
sejarah
komperatif
kajian perbandingan belum populer di Indonesia, itu
pun tidak dengan perspektif sejarah tapi ilmu politik. Jika penelitian dengan metode sejarah
dikerjakan untuk membandingkan faktor-faktor dari fenomena-fenomena sejenis
pada suatu periode masa lampau, maka penelitian tersebut dinamakan penelitian
sejarah komparatif.
Misalnya,
perbandingan Golkar di Jawa dan di Indonesia Timur (Iramasuka Nusantara),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jawa dan di luar Jawa, dan perbandingan
afiliasi politik antara beberapa faksi dari etnik minoritas Tionghoa.
6.
Sejarah
sosial
Melalui
pendekatan ilmu-ilmu sosial dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman yang
lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah. Thomas C. Cochran, misalnya,
telah menerapkan konsep peranan sosial (social role) dalam melaksanakan
eksplorasi dan eksplanasi mengenai berbagai sikap, motivasi serta peranan tokoh
masyarakat Amerika pada Abad XIX. Konsep mobilitas sosial (social mobility)
telah membuktikan sangat berguna dalam studi berbagai segi masyarakat masa
lampau. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah menghasilkan sejarah sosial.
Bidang garapannya pun sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan sejarah sosial
berkaitan erat dengan sejarah sosial-ekonomi.
Kelompok-kelompok sosial
seperti ulama, pengusaha, buruh, petani, dll juga mempunyai aspirasi politik
sesuai dengan kepentingannya. Sehingga banyak tulisan-tulisan yang berhubungan
dengan golongan sosial tetapi tidak semuanya berpersfektif sejarah, bahkan
banyak yang tidak berperspektif ilmu politik.
7.
Studi kasus
Ialah
mengenai studi kasus-kasus politik. Contoh : Laboratorium Ilmu Politik FISIP
UI. (1997). Evaluasi Pemilu Orde Baru. (Bandung :Mizan). Maxfield
(Nazir, 2005: 57) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan studi kasus atau
penelitian kasus subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik
atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja berupan
individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari
secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial
yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas
dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas
di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Pada mulanya studi kasus
ini banyak digunakan dalam penelitian obat-obatan dengan tujuan diagnosis,
tetapi kemudian penggunaan studi kasus telah meluas sampai ke bidang-bidang
lain.
Hasil dari penelitian kasus merupakan suatu generalisasi
dari pola-pola yaitu tipikal dari individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya. Tergandung
dari tujuannya, ruang lingkup dari studi dapat mencakup segmen atau bagian
tertentu atau mencakup keseluruhan siklus
kehidupan
dari individu, kelompok, dan sebagainya, baik dengan penekanan terhadap
faktor-faktor kasus tertentu, ataupun meliputi keseluruhan faktor-faktor dan
fenomena-fenomena. Studi kasus mengkaji lebih menekankan mengkaji varaibel yang
cukup banyak pada jumlah
unit
yang kecil. Ini berbeda dengan metode survei, di mana peneliti cenderung
mengevaluasi variabel yang lebih sedikit, tetapi dengan unit sample yang
relatif besar.
8.
Biografis
Metode sejarah yang digunakan untuk meneliti
kehidupan seseorang dan hubungannya dengan masyarakat dinamakan penelitian biografis.
Dalam penelitian ini, diteliti sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh
lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari subjek penelitian dalam masa
hidupnya, serta pembentukan watak figur yang
diterima
selama hayatnya. Sumber-sumber data sejarah untuk penelitian biografis antara
lain: surat-surat pribadi, buku harian, hasil karya seseorang,
karangan-karangan seseorang tentang figur yang diselidiki ataupun
catatan-catatan teman dari orang yang diteliti tersebut.
2.2.2 Ilmu-ilmu bantu
Diluar
ilmu politik, ilmu bantu yang banyak digunakan dalam penelitian sejarah politik
ialah:
1.
Sosiologi
Pendekatan
sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya
pemahanan interpretatif dalam kerangka memberikan penjelasan (eksplanasi)
kausal terhadap perilaku-perilaku sosial dalam sejarah. Sejauh ini
perilaku-perilaku sosial tersebut lebih dilekatkan pada makna subjektif dari
seorang individu (pemimpin atau tokoh), dan bukannya perilaku massa. Pendekatan sosiologi dalam ilmu
sejarah menghasilkan sejarah sosial. Bidang garapannya pun sangat luas dan
beraneka ragam.
2.
Antropologi
Perbedaan antara antropologi sosial dan sosiologi
sangat tipis, hanya saja patokannya adalah kalau masalah sosial dikembalikan
pada nilai itu antropologi sosial. Sementara itu, sosiologi selalu
mengembalikan permasalahan pada posisi sosial orang.
3.
Ekonomi
Ilmu
Ekonomi, memiliki sejarah yang kuat akan keterkaitan dua disiplin tersebut.
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan suatu bidang ilmu
tersendiri yang dikenal dengan ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran
dan analisis kebijaksanaan yang hendak digunakan guna memajukan kekuatan dan
kesejahteraan negara Inggeris khususnya dalam menghadapi saingan-saingannya seperti
Portugal, Spanyol, Perancic, Jerman dan sebagainya. Kemudian sejalan dengan
perkembangan ilmupengetahuan pada umumnya, maka ilmu tersebut memisahkan diri
menjadi dua disiplin ilmu. Ilmu ekonomi modern, dewasa ini sudah memiliki
teori, rung-lingkup, serta metodologinya yang begitu ketat dan terperinci.
Justru karena tingginya keketatan disiplin ilmu ini memiliki tingkat
prediksi-prediksi untuk perhitungan masa kini maupun mendatang. Inilah
sumbangan besar ilmu ekonomi dalam kaitannya dengan ilmu politik, karena
dua-duanya memiliki kepentingan kajian untuk kekinian dan kedepan. Seorang
sejarawan tidak perlu menjadi ahli ekonomi, jadi seorang sejarawan tidak perlu ragu-ragu untuk menulis sesuatu tentang
ekonomi.
4.
Psikologi
Dalam
cerita sejarah, pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang tajam, baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor individu, tidak pernah
lepas dari peranan faktor-faktor internal yang bersifat psikologis, seperti
motivasi, minat, konsep diri, dan sebagainya yang berinteraksi dengan
faktor-faktor eksternal yang bersifat sosiologis, seperti lingkungan keluarga,
lingkungan sosial budaya dan sebagainya. Begitupun dengan aktor yang bersifat
kelompok menunjukkan aktivitas kolektif yaitu, suatu gejala yang menjadikan objek
khusus psikologi sosial. Dalam berbagai peristiwa sejarah, perilaku kolektif
sangat mencolok antara lain sewaktu ada huru hara, massa mengamuk, gerakan
sosial atau protes revolusioner yang menuntut penjelasan psikologi dari
motivasi, sikap dan tindakan kolektif. Disitulah psikologi berperan untuk
mengungapkan beberapa faktor tersembunyi sebagai bagian proses mental. Oleh
karena itu sejarawan berusaha menulis biografi untuk mengetahui kejiwaan
seseorang.
2.3 Sejarah
Politik Tingkat-Lokal
Sejarah
politik tingkat lokal yaitu peristiwa nasional yang menjadi peristiwa lokal.
Dengan penulisan sejarah lokal ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan
pengertian dalam perkembangan sejarah nasional, sebab sejarah yang ada di
tingkat nasional, harus bisa dimengerti dengan lebih baik apabila kita mengerti
pula perkembangan sejarah di tingkat lokal.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sejarah
politik mengkaji tentang sejarah yang
digerakkan dan disebabkan oleh adanya berbagai hal yang berkaitan dengan
masalah-masalah politik, faktor politik, dan kehidupan politik. Sejarah politik
biasanya membahas mengenai tokoh-tokoh besar, perkembangan ketatanegaraan,
sistem pemerintahan, struktur kekuasaan, kepemimpinan, peranan elite, jaringan
politik, dan mobilisasi masa.
Dalam
sejarah politik kita harus melakukan beberapa pendekatan antaranya sejarah
intelektual, sejarah konstitusional, sejarah institusional, sejarah behavioral,
sejarah komparatif, sejarah sosial, studi kasus, dan biografi.
Selain
pendekatan dalam sejarah politik ada juga ilmu bantu seperti ilmu sosiologi,
antropologi, ekonomi, dan psikologi.
Sejarah
politik juga ada ditingkat lokal dimana harus dipahami dengan lebih baik
apabila kita mengerti pula perkembangan sejarah di tingkat lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi sejarah. PT.Tiara Wacana : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar